Rabu, 31 Oktober 2012

politik etis

Prof. Dr. S. Nasution, M.A. didalam Kata Pengantar bukunya, “Sejarah Pendidikan Indonesia” mengatakan, “Pendidikan tidak berdiri sendiri akan tetapi senantiasa dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi, cultural. Sering pendidikan dipandang sebagai alat politik untuk mengatur dan menguasai perkembangan suatu bangsa, walaupun politik sendiri tidak lepas dari pengaruh sosial, ekonomi dan budaya”.
Titik yang paling penting didalam perjalan sejarah pendidikan Indonesia adalah pada saat munculnya ide Politik Etis. Latar belakang Politik Etis dimulai setelah terjadinya kesulitan keuangan pemerintah Belanda akibat perang Diponegoro (1825-1830) dan perang antara Belanda dengan Belgia (1830-1839). Kesulitan keuangan ini menyebabkan raja Belanda menerima rencana yang dajukan oleh Van Den Bosch dimana pekerjaan budak menjadi dasar eksploitasi colonial. Ia membawa ide penggunaan kerja paksa sebagai cara yang paling ampuh untuk memperoleh keuntungan maksimal, yang kemudian dikenal sebagai cultuurstelsel atau Tanam Paksa yang memaksa penduduk Jawa untuk menghasilkan tanaman untuk pasaran Eropa.
Sistem eksploitasi kolosal ini harus memperkerjakan sejumlah besar orang Bumiputera sebagai pegawai rendahan yang murah untuk menjaga agar perkebunan pemerintah berjalan lancar. Untuk tujuan ini pada tahun 1848 untuk pertama kalinya dalam sejarah colonial diberikan 25.000 Gulden untuk pendirian sekolah bagi anak Bumiputera.
Selanjutnya pada tahun 1899 barulah secara resmi muncul ide Politik Etis dengan terbitnya sebuah artikel oleh Van Deventer berjudul “Hutang Kehormatan” dalam majalah De Gids. Van Deventer menganjurkan program yang ambisius untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Ia ingin memperbaiki irigasi, transmigrasi dan pendidikan. Pendidikan dan emansipasi itulah yg menjadi inti Politik Etis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar